Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 02 Desember 2013

Tulisan Etika Profesi Akuntansi ke 7


MENJALANKAN BISNIS SECARA ETIS DAN BERTANGGUNG JAWAB

Etika Individual
            Karena didasarkan pada konsep sosial dan keyakinan perorangan, etika dapat bervariasi dari satu orang ke orang lainnya, dari satu situasi ke situasi lainnya, serta dari satu budaya ke budaya lainnya. Cakupan standar sosial, cenderung cukup mendukung beberapa perbedaan keyakinan. Tanpa melanggar standar umum suatu budaya, individu dapat mengembangkan kode etik pribadi yang mencerminkan beragam sikap dan keyakinan.
            Dengan demikian, perilaku etis dan tidak etis sebagian ditentukan oleh individu dan sebagian ditentukan oleh budaya. Sebagai contoh, sesungguhnya setiap orang sepakat bahwa jika Anda melihat seseorang menjatuhkan uang Rp. 100.000,00-nya, Anda bertindak etis dengan mengembalikannya kepada si pemilik. Akan tetapi Anda tidak dapat seyakin itu kalau menemukan uang Rp. 100.000,00 dan tidak tahu siapa yang menjatuhkannya?

Ambiguitas, Hukum, dan Dunia Nyata
            Masyarakat umumnya menerapkan undang-undang formal yang mencerminkan standar etis atau norma sosial yang berlaku. Sebagai contoh, karena kebanyakan orang menganggap pencurian merupakan perilaku tidak etis, kita mempunyai undang-undang melawan perilaku tersebut dan cara menghukum orang yang mencuri. Kita berupaya membuat undang-undang yang tidak bersifat ambigu, namun penafsiran dan penerapannya dapat menyebabkan ambiguitas. Situasi dunia nyata sering dapat ditafsirkan berbeda, dan menerapkan aturan baku ke dunia nyata tidak selalu mudah (Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert, 2007).
            Sayangnya, epidemi skandal terbaru yang berkisar dari Arthur Anderson, Enron hingga Martha Stewart, Tyco, dan WorldCom hanya sebatas menunjukkan seberapa besar orang ingin memanfaatkan situasi yang secara potensial bersifat ambigu – situasi inilah yang sesungguhnya memunculkan skandal tersebut (Penelope Patsuris, 2002). Pada tahun 1997, perusahaan Amerika Serikat bernama Tyco secara efektif menjual dirinya dalam merger dengan sebuah perusahaan yang bernama ADT Ltd. ADT lebih kecil dari Tyco, tetapi karena perusahaan induk barunya itu berbasis di wilayah tanpa pajak Bermuda, Tyco tidak lagi harus membayar pajak Amerika Serikat atas pendapatan non-AS-nya. Pada tahun 2000 dan 2001, jumlah cabang-cabang Tyco di negara-negara yang “ramah pajak” menjadi dua kali lipat dari 75 menjadi 150, dan perusahaan menghindari tagihan pajak Amerika Serikat tahun 2001-nya sebesar $600 juta. “Tyco,” keluh seorang anggota senat Amerika Serikat, “telah melakukan seni menghindari pajak,” namun seorang ahli pajak berpendapat bahwa skema Tyco “sangat konsisten” dengan peraturan pajak Amerika Serikat (www.tyco.com).

Kode dan Nilai Individu
            Bagaimana kita berhadapan dengan perilaku bisnis yang kita anggap tidak etis, khususnya bila bersifat ambigu secara hukum ? Jelas kita harus mulai dengan individuindividu dalam bisnis – manajer, karyawan, agen, dan perwakilan hukum lainnya. Kode etik pribadi masing-masing orang ini ditentukan oleh kombinasi sejumlah faktor. Kita mulai membentuk standar etis sebagai seorang anak sebagai tanggapan kita atas perilaku orang tua dan orang dewasa lainnya. Kemudian kita masuk sekolah, di mana kita dipengaruhi teman-teman sekolah, dan ketika kita tumbuh menjadi dewasa, pengalaman membentuk hidup kita dan berkontribusi pada keyakinan etis dan perilaku kita. Kita juga mengembangkan nilai-nilai dan moral yang berkontribusi pada standar etis. Jika Anda menempatkan pendapatan financial pada puncak daftar prioritas Anda, Anda bisa mengembangkan satu kode etik yang mendukung pengejaran kenikmatan material, Jika Anda menempatkan keluarga dan teman sebagai prioritas, Anda akan menganut standar yang berbeda (Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert, 2007).

Etika Bisnis dan Etika Manajerial
            Etika manajerial merupakan standar perilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan mereka. Walaupun etika Anda dapat mempengaruhi kerja Anda dalam sejumlah hal, tidak ada ruginya menggolongkan dalam tiga kategori yang luas.

Perilaku Terhadap Karyawan
            Kategori ini meliputi materi seperti merekrut dan memecat, menentukan kondisi upah dan kerja, serta memberikan privasi dan respek. Pedoman etis dan hukum mengemukakan bahwa keputusan perekrutan dan pemecatan harus didasarkan hanya pada kemampuan karyawan melakukan pekerjaan. Manajer yang mendiskriminasi orang Amerika keturunan Afrika dalam perekrutan menunjukkan perilaku yang tidak etis dan melawan hukum (ilegal). Tetapi bagaimana dengan manajer yang merekrut teman atau sanak keluarga ketika masih ada orang lain yang lebih memenuhi syarat ? Keputusan itu mungkin tidak melawan hukum; namun secara etis tidak dapat diterima.
            Upah dan kondisi kerja, walaupun diatur oleh undang-undang, juga merupakan bidang yang kontroversial. Bayangkanlah situasi di mana seorang manajer membayar seorang pekerja kurang dari selayaknya karena ia tahu bahwa karyawan itu harus bekerja atau tidak bisa mengeluh lantaran takut diberhentikan.
            Walaupun beberapa orang akan melihat perilaku itu tidak etis, yang lain akan
melihatnya sebagai taktik bisnis yang cerdas. Kasus-kasus seperti ini cukup sulit untuk dinilai, tetapi perhatikanlah perilaku manajemen Enron terhadap karyawan perusahaan (Penelope Patsuris, 2002). Manajemen tersebut mendorong karyawan menginvestasikan dana pensiun dalam saham perusahaan dan kemudian, ketika masalah finansial mulai muncul ke permukaan, tidak mengizinkan mereka menjual saham. Akhirnya, pembubaran perusahaan itu mengorbankan ribuan karyawan.

Perilaku terhadap Organisasi
            Isu etis juga muncul dari perilaku karyawan terhadap majikannya, khususnya dalam kasus seperti konflik kepentingan, kerahasiaan, dan kejujuran. Konflik kepentingan terjadi karena suatu aktivitas bisa menguntungkan individu dengan merugikan pihak majikannya. Sebagai contoh, kebanyakan perusahaan memiliki kebijakan yang melarang bagian pembelian menerima hadiah-hadiah dari pemasok. Industri-industri yang bersaing ketat – perangkat lunak dan pakaian mode, misalnya – mempunyai penjaga keamanan (safeguard) terhadap perancang yang menjual rahasia perusahaan ke pesaing. Masalah yang relatif umum di bidang kejujuran umumnya mencakup perilaku seperti mencuri pasokan, menggelembungkan laporan biaya, dan menggunakan telepon kantor untuk melakukan panggilan jarak jauh pribadi. Kebanyakan karyawan sebetulnya jujur, tetapi kebanyakan organisasi tak pernah waspada. Lagi-lagi, Enron merupakan contoh tepat dari perilaku karyawan yang tidak etis terhadap sebuah organisasi. Para manajer puncak tidak hanya menyalahgunakan aset perusahaan, tetapi mereka sering menjerumuskan perusahaan pada usaha-usaha yang berisiko demi kepentingan pribadi (www.enron.com).

Menilai Perilaku Etis
            Apa yang membedakan perilaku etis dari perilaku tidak etis kadang kala bersifat subjektif dan mengundang perbedaan pendapat. Jadi bagaimana seseorang dapat memutuskan apakah suatu tindakan atas keputusan itu etis ? Ada tiga langkah yang disederhanakan untuk menerapkan penilaian etis terhadap situasi yang dapat timbul selama kita melakukan aktivitas bisnis yaitu :
  • Mengumpulkan informasi faktual yang relevan
  • Menganalisis fakta-fakta untuk menentukan nilai moral yang paling tepat
  • Melakukan penilaian etis berdasarkan kebenaran atau kesalahan terhadap aktivitas atau kebijakan yang akan kita nilai tersebut.

            Sayang, prosesnya tidak selalu mulus. Bagaimana bila fakta-faktanya tidak jelas ? Bagaimana bila tidak ada nilai moral yang telah disetujui bersama ? Apapun yang terjadi, penilaian dan keputusan tetap harus dibuat. Para ahli mengemukakan bahwa jika tidak, rasa percaya akan hilang; dan rasa percaya sangat diperlukan dalam transaksi bisnis apapun.
            Agar dapat menilai suatu etika perilaku secara lebih mendalam, kita membutuhkan perspektif yang lebih kompleks. Untuk mengilustrasikan perspekitf itu, mari kita tinjau dilema yang umum dihadapi para manajer mengenai laporan pengeluaran mereka. Perusahaan secara rutin menyediakan dana untuk pengeluaran yang berkaitan dengan kerja – biaya hotel, makan, sewa mobil, atau taksi – apabila mereka melakukan perjalanan bisnis atau menjamu klien untuk tujuan bisnis. Para karyawan diharapkan mengklaim hanya untuk pengeluaran yang akurat dan berkaitan dengan pekerjaannya.
            Menurut Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert ( 2007), norma-norma etis juga
muncul dalam kasus seperti itu. Perhatikanlah 4 norma dan persoalan yang ditimbulkannya :
  • Kegunaan (utility): Apakah suatu tindakan mengoptimalkan keuntungan mereka yang dipengaruhi oleh tindakan tersebut ?
  • Hak (rights): Apakah tindakan itu menghargai hak-hak orang yang terlibat ?
  • Keadilan (justice) : Apakah tindakan itu konsisten dengan apa yang kita anggap adil ?
  • Kepedulian (caring): Apakah tindakan itu konsisten dengan tanggung jawab masing-masing pihak kepada pihak lainnya ?

            Sekarang kembalilah ke kasus laporan biaya yang melambung. Sementara norma kegunaan (utility) mengetahui bahwa manajer mendapat manfaat dari penggelembungan laporan biaya, sedangkan pihak lainnya, seperti teman sekerja dan pemilik perusahaan, tidak mendapatkan manfaat apa-apa. Demikian pula, sebagian besar ahli akan setuju bahwa tindakan tersebut tidak menghargai hak orang lain. Selain itu, hal tersebut jelas-jelas tidak adil dan bertentangan dengan tanggung jawab manajer tersebut kepada pihak lain. Jadi, tindakan itu jelas-jelas tidak etis.

Menerapkan Kode Etik Tertulis
            Banyak perusahaan menuliskan kode etik tertulis yang secara formal menyatakan keinginan mereka melakukan bisnis dengan perilaku yang etis. Jumlah perusahaan seperti itu meningkat secara pesat dalam kurun waktu tiga dasawarsa terakhir ini, dan kini hamper semua korporasi besar telah memiliki kode etik tertulis. Bahkan Enron memiliki kode etik, tetapi para manajer tentu harus menjalankan kode etik itu jika penerapan kode etik itu berhasil. Pernah terjadi, dewan direktur Enron melakukan pengambilan suara untuk mengesampingkan suatu kode etik supaya bisa menyelesaikan satu transaksi yang akan melanggar kode itu; setelah transaksi selesai, mereka melakukan pengambilan suara untuk kembali memberlakukan kode etik tersebut!
            Hewlett Packard, misalnya, memiliki kode etik tertulis yang mereka sebut The HP Way, sejak 1957 (www.hp.com). Unsur-unsur pentingnya adalah sebagai berikut:
  • Kami mempercayai dan menghargai individu
  • Kami fokus pada tingkat pencapaian prestasi dan kotribusi yang tinggi
  • Kami menjalankan bisnis kami dengan integritas tanpa kompromi
  • Kami meraih tujuan umum kami melalui kerja kelompok
  • Kami mendorong fleksibilitas dan inovasi

Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility)
            Etika mempengaruhi perilaku pribadi di lingkungan kerja. Tanggung jawab social adalah sebuah konsep yang berhubungan, namun merujuk pada seluruh cara bisnis berupaya menyeimbangkan komitmennya terhadap kelompok dan pribadi dalam lingkungan sosialnya. Kelompok dan individu itu sering kali disebut sebagai pihak yang berkepentingan dalam organisasi. Mereka adalah kelompok, orang, dan organisasi yang dipengaruhi langsung oleh praktek-praktek suatu organisasi dan, dengan demikian, berpentingan terhadap kinerja organisasi itu. Pihak-pihak utama yang berpentingan dalam Korporasi yaitu: Karyawan, Investor, Komunikasi Lokal, Pelanggan, Pemasok (Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert, 2007).

Sumber
Budhi W, Setia. 2011. “ Menjalankan Bisnis Secara Etis dan Bertanggung Jawab ”. Jurnal FE Univ. Muhammadiyah Semarang, Vol. 7 , No.2, Maret 2011 Agustus 2011. Dikutip dalam http://jurnal.unimus.ac.id/

1 komentar:

Hadiman mengatakan...

Bagus artijel ini. Sangat membantu tugas mahasiswa yg sulit translate text book. Tks👍👍👍👍👍

Posting Komentar