Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 10 April 2013

Apakah Manusia Perlu Tuhan untuk Menjadi Bermoral ?



Apakah Manusia Perlu Tuhan untuk Menjadi Bermoral ?



Yunanto Wiji Utomo

Selasa, 9 April 2013




               KOMPAS.com — Mana yang lebih tepat? Apakah manusia bermoral karena percaya Tuhan atau manusia percaya Tuhan karena manusia bermoral. Hingga kini, jawaban pasti pertanyaan itu masih menjadi perdebatan.
            Frans de Waal, ahli primata ternama dunia, biolog di Emory University dan Direktur Living Links Center di Yerkes Primate Center di Atlanta, mencoba memberi uraian untuk menuju pada jawaban akan pertanyaan tersebut lewat bukunya, The Bonobo and the Atheist.
            Agamawan dan kaum pemeluk agama yang taat pastinya akan menjawab bahwa manusia bermoral karena percaya Tuhan. Namun, De Waal menjawab sebaliknya. Menurutnya, manusia percaya Tuhan karena manusia bermoral.
            Jawaban De Waal didasarkan atas hasil penelitian selama bertahun-tahun pada perilaku primata besar seperti simpanse dan bonobo. Ia menunjukkan bahwa moralitas berkembang sebelum manusia dan kebudayaan manusia berkembang.
            Penelitian menunjukkan bahwa primata besar memiliki empati. Mereka memiliki rasa keadilan, mereka bisa memelihara dan peduli satu sama lain serta mampu berbagi dengan individu lain yang kurang beruntung.
            Karakter primata yang menyerupai sifat manusia tersebut membuat De Waal berpikir bahwa primata pun punya akar moralitas. Walaupun, memang, primata selain manusia belum bisa dikatakan bermoral; primata punya penyusun utama moralitas.
Dalam bukunya, De Waal menuliskan, "Ada sedikit bukti bahwa hewan menilai kesesuaian suatu aksi yang tak secara langsung berdampak pada dirinya. Dalam perilaku ini, kita pun mengenal nilai yang sama."
            "Saya mengambil petunjuk-petunjuk kepedulian pada komunitas ini sebagai tanda bahwa penyusun utama moralitas lebih tua dari kemanusiaan, dan kita tidak perlu Tuhan untuk menjelaskan bagaimana kita bisa sampai pada posisi kita sekarang," tulis De Waal seperti dikutip ABC News, Senin (8/4/2013).
            De Waal yang juga seorang ateis menegaskan, moralitas berkembang dari proses perkembangan spesies manusia itu sendiri, bukan diberikan oleh Tuhan. Ia mengungkapkan tanda lain adanya moralitas pada primata. Salah satunya, primata selain manusia juga bisa merasa bersalah.
            Kasus tersebut dijumpai pada bonobo bernama Lody di Kebun Binatang Milwaukee County. Bonobo itu menggigit tangan dokter hewan yang memberikannya vitamin. Akibat gigitan, dokter hewan tersebut kehilangan satu jari. 
            Mendengar teriakan sang dokter saat jarinya digigit, Lody menengok ke atas dan terkejut. Ia lalu melepaskan tangan yang sudah kehilangan satu jari itu. Hari berikutnya, saat dokter hewan kembali menengoknya, Lody lari ke sebuah sudut, menundukkan kepala dan melingkarkan tangan di tubuhnya. 
            Yang mengejutkan, 15 tahun setelah berpisah dengan dokter hewan itu, Lody tetap mengenalinya dan mengingat kesalahannya. Saat dokter hewan itu berdiri di kerumunan, Lody berlari ke dokter itu seraya melihat tangan kiri sang dokter. Lody terus melihat tangan dan wajah dokter itu.
            Apa yang dilakukan Lody menjadi bukti adanya bibit-bobot moralitas pada hewan. Apakah Lody merasa malu? Atau, apakah dia takut akan pembalasan? Yang jelas, apa yang dilakukan Lody adalah bukti bahwa dia merasa bersalah, sekaligus menjadi tanda bahwa ia punya bibit moralitas.
            Berkali-kali, para ahli primata juga mendokumentasikan rasa bersalah, sedih, dan iba saat pada individu lain yang sekarat, pada ibu kera yang kehilangan anaknya, serta memelihara anakan yang kehilangan orangtuanya.
            "Beberapa orang mengatakan, hewan adalah diri mereka sendiri, sementara manusia mengikuti sesuatu yang ideal, tapi itu terbukti salah. Bukan karena kita tak punya sesuatu yang ideal tetapi karena mereka pun memilikinya," tulis De Waal.
            Ada satu kasus menarik. Bonobo pun tahu cara mencegah perang. Koloni bonobo kadang berkumpul saat dua pejantan akan berperang. Yang menarik, saat perang telah siap dimulai, bonobo betina yang ada di sekitarnya justru mulai bercinta dengan sesama ataupun lawan jenisnya.
            Dalam sudut pandang manusia, apa yang dilakukan bonobo itu bisa disebut orgy. Lalu, apakah orgyadalah wujud moral? Pastinya, bagi manusia, hal itu tidak bermoral. Namun mungkin, bonobo hanya menyadari bahwa memang lebih baik bercinta daripada berperang.


Diunduh          : Rabu, 10 April 2013 - Pukul 18.06 WIB

Sabtu, 06 April 2013

Kesenian Indonesia Memukau Masyarakat Perancis


Wayang Kulit Memukau Masyarakat Perancis

DINI KUSMANA MASSABUAU –www.kompas.com
Sabtu, 30 Maret 2013

            KOMPAS.com - Indonesia saat ini memang boleh bangga, namanya di Perancis sedang naik daun! Menjadi lirikan para pengusaha Eropa untuk berbisnis sampai hebohnya pembelian pesawat Airbus dalam jumlah besar oleh sebuah perusahaan penerbangan Tanah Air di media massa Perancis. Sampai-sampai, saat saya berbicara dengan beberapa penonton Perancis di pertunjukan wayang kulit, mereka langsung berkomentar, wah hebat ya!
            Indonesia sekarang sedang naik perekonomiannya. Meskipun dalam hati saya kadang dibuat miris dengan berita yang saya dengar dari tanah air. Namun ada rasa bangga juga, sesekali dikenal datang dari negara yang berkembang. Maklum selama ini saya selalu dianggap datang dari negara miskin.
            Tapi kali ini yang saya ingin ceritakan adalah kesuksesan yang diraih rombongan wayang kulit yang dipimpin oleh dalang terkemuka Purbo Asmoro.
            Kedatangan rombongan wayang kulit itu dalam rangka ‘festival de l’imaginaire’. Di mana beberapa pertunjukan yang datang dari beberapa negara melakukan performasi mereka di Paris. Dari Indonesia, wayang kulitlah yang ditampilkan. Kejutan hebat!
            Sejak hari pertama acara dimulai, pengunjung sangat padat. Hari Rabu (20/3/2013) pukul 15.00, pertunjukan wayang kulit yang banyak didatangi khususnya oleh keluarga, membuat para bocah hingga remaja Perancis dibuat terpesona!
Layar putih yang diterangi oleh lampu kecil membuat bayangan ukiran pohon, tokoh perwayangan menjadi hidup dimainkan oleh dalang. Sesuatu yang membuat penonton terpukau.
            Yang saya kagum adalah, justru anak-anak sekitar usia 3 sampai 5 tahun inilah yang dengan antusiasnya, mengikuti pertunjukan wayang kulit yang berlangsung selama 2 jam. Mereka diperbolehkan untuk naik turun panggung, melihat dari dekat bagaimana dalang tersohor Purbo Asmoro, memainkan para tokoh wayang kulitnya dengan suara yang berubah-ubah.
            Alat musik gamelan dan pesinden Ibu Suyatmi yang melengking dengan eloknya, tidak hanya membuat anak-anak saja yang dibuat terpaku namun beberapa pengunjung dewasa pun sampai dibuat  penasaran, dan ikutan naik panggung untuk melihat secara langsung dibalik layar.
            Hari kedua, pertunjukan wayang kulit dimulai pukul 20.00. Rombongan wayang kulit itu, terdiri dari Purbo Asmoro, sebagai dalang. Purbo yang lahir pada 1961 dan yang pertama meraih gelar kesarjanaan  (alumni Universitas Gajah Mada) dan juga merangkap sebagai dalang,  memiliki aktivitas rutin sebagai dosen di Institut Seni Indonesia di Solo.
Nama dalang Purbo Asmoro sudah menghiasi dunia kesenian internasional. Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jepang dan negara asia lainnya sudah didatanginya untuk menggelar pertunjukan wayang kulit.
            Ada pun para pemain dan penabuh gamelan yang membuat musik menambah apiknya sebuah perjalanan kisah ‘Dewa Ruci, perjalanan spiritual Bima’, adalah Rahayu Supanggah, Sri Eko Widodo, Suyatmi (pesinden), Joko Purwanto, Sukamso Gondodarsono, Supardi Atmo Sukarto, Suraji, Hadi Boediono, Sri Joko Raharjo, Robertus B Soewarno, Singgih Sri Cundamanik, Kuwat.
            Dan yang menarik adalah seorang penerjemah Kahryn Emerson, yang langsung menerjemahkan dialog kepada penonton lewat layar khusus.
            Rupanya Kamis (21/3/2013) malam pun pertunjukan kembali penuh. Penonton yang datang adalah masyarakat Perancis. Saya melihat beberapa orang indonesia, yang hadir sebagai tamu undangan. Selebihnya mereka yang datang karena antusias dan ketertarikan ingin menyaksikan wayang kulit, itulah yang membuat saya bangga.
            Mereka dengan antusias membayar sebesar 22 euros harga tiket pertunjukan. Dan tentunya mereka yang membeli tiket tersebut datang karena rasa penasaran dan memang ingin melihat secara langsung pertunjukan wayang di balik layar.
            Beberapa penonton hadir karena pernah datang ke Indonesia dan pernah menyaksikan pertunjukan wayang kulit di Jawa. Bisa melihat kembali pertunjukan wayang kulit bagaikan bernostalgia bagi mereka.
            Selebihnya mengaku datang karena rasa penasaran dengan kesenian Indonesia dan karena tak ingin melewatkan kesempatan emas bisa secara langsung melihat pertunjukan dari dalang terkemuka dengan rombongannya.
            Pertunjukan wayang kulit di Paris berlangsung selama 4 hari itu di sebuah di ‘Théâtre de Soleil-Cartoucherie’. Di mana di arena Cartoucherie ini terdapat beberapa teater besar dan sangat unik.
            Saat memasuki kawasan Cartocherie tersebut bangunan dari teater-teater ini saja sudah membuat pengunjung yang hadir langsung terbawa suasana. Gambaran yang saya tangkap adalah sebuah taman luas dengan hadirnya beberapa bangunan, yang digunakan sebagai teater. Misalnya, Théâtre du Soleil, tempat wayang kulit berlangsung, memiliki atap menjulang dengan palang-palang besi, bagaikan sebuah markas militer.
            Memang dulunya Cartoucherie ini adalah sebuah pabrik senjata lengkap dengan pembuatan bubuk bagi pelurunya. Sejak 1970 oleh Ariane Mnouchkine pabrik ini diambil alih dan dibuat menjadi tempat teater di mana dirinya bekerja sama dengan Philippe Léotard yang merupakan pendiri théâtre du soleil sejak 1964.
            Teater yang indah memang sudah membuat daya tarik tersendiri. Kami pun diberikan sebuah informasi tertulis yang menerangkan secara lengkap tentang tradisi wayang kulit, gamelan yang mengiringinya, terbaginya 3 bagian dari pertunjukan yang berlangsung, dan masih banyak lainnya yang jujur baru saya ketahui justru saat itu.
            Ada rasa malu di hati karena pengetahuan saya baru bertambah bersamaan dengan para penonton Perancis. Sebelum acara dimulai seorang panitia menerangkan jalannya pertunjukan, dan apakah wayang kulit itu bagi tradisi Indonesia khususnya Jawa.
            Ketika dia menerangkan, penonton diperbolehkan naik turun panggung untuk melihat secara langsung di balik layar. Hal yang membuat pengunjung tentu saja sangat gembira mendapatkan kesempatan tersebut. Sayangnya, panitia melarang keras pengambilan gambar atau foto meskipun tak menggunakan flash. Saya pun termasuk yang dibuat kecewa...
            Hingga hari Jumat, sambutan penonton selalu sama, antusias dan menyimak dengan penuh perhatian. Sabtu adalah puncak acara dari pergelaran wayang kulit. Kali itu tidak tanggung-tanggung, pertunjukan semalam suntuk dengan kisah runtuhnya kerajaan Kaurawa dimainkan dalang. Dan pengunjung tetap saja penuh!
            Beberapa penonton datang bersama anak-anak. Memang ada juga beberapa penonton yang pergi meninggalkan acara sebelum usai. Selebihnya bertahan dan terus menikmati acara hingga selesai. Sesuatu yang patut dibanggakan.
            Inilah untuk pertama kalinya pengunjung Perancis menyaksikan sebuah pertunjukan tradisional semalam suntuk. Tentu saja saya merasa sangat tersentuh dengan antusias dari para pencinta seni Perancis. Dan lebih tersentuh sehari setelah pertunjukan pertama, berita tentang pertunjukan wayang kulit ini muncul di beberapa media massa Perancis, dengan judul pertunjukan spektakuler dari tradisi kuno jawa

Diunduh          : Minggu, 7 April 2013 – Pukul 12.30 WIB

Suhu Bumi Meningkat



Suhu Bumi Akan Meningkat 4 Derajat Celsius

Selasa, 19 Maret 2013

            JAKARTA, KOMPAS.com - Meski janji pengurangan emisi gas rumah kaca dari negara maju dipenuhi, suhu bumi akan meningkat lebih dari 4 derajat celsius. Tahun 2009, di Kopenhagen, Denmark, dalam Konferensi Perubahan Iklim, disepakati menahan peningkatan suhu 2 derajat Celsius.
      Hal itu dikemukakan Wakil Presiden Bank Dunia dan Kepala Jaringan Pembangunan Berkelanjutan Rachel Kyte dalam perbincangan dengan wartawan di Jakarta, Senin (18/3/2013). Kyte didampingi Spesialis Manajemen Sumber Daya Alam Timothy H Brown serta Direktur Pembangunan Berkelanjutan Wilayah Asia Timur dan Pasifik John Rome.
            Menurut Kyte, ”Sekarang kita sudah melampau batas kesepakatan.” Negara-negara miskin semakin kesulitan mengurangi kemiskinan karena dampak perubahan iklim. ”Beberapa negara bahkan mengalami kemunduran beberapa dekade ke belakang, dan jatuh miskin,” katanya.
            Hal ini disebabkan semakin tingginya intensitas, frekuensi, serta kualitas dari berbagai bencana terkait iklim. Menurut Kyte, dalam 30 tahun terakhir, kerugian akibat bencana iklim sudah tiga kali lipat.
         ”Kondisi negara-negara kepulauan kecil tak bisa dikembalikan (irreversible),” ujarnya. Mereka terkena dampak kenaikan permukaan air laut.November 2012, Bank Dunia menerbitkan laporan ilmiah tentang perubahan iklim. Laporan kedua akan terbit Mei 2013.

Menghitung kapital alam
            Terkait dengan kehutanan dan eksploitasi kekayaan alam, Kyte mengakui, sulit menghitung kapital alam berupa pohon dan mineral terpendam seperti emas. Namun, sejak tahun lalu ada metode penghitungan yang disepakati secara global. Yang belum ada, metode penghitungan jasa ekosistem. Saat ini, Bank Dunia bersama PBB dan sejumlah negara mengembangkan hal itu.
            ”Selalu butuh perimbangan antara harga yang diterima sekarang dengan membongkar kekayaan alam dan polusi yang diterima nanti,” kata Rome. ”Itu area ekonomi politik,” katanya.
            Sementara itu, tentang sistem otonomi Indonesia yang berpotensi korupsi, menurut Brown, tidak ada indikasi seperti itu. ”Sistem otonomi daerah tidak menyebabkan korupsi terkait kehutanan,” katanya. Menurut dia, ada faktor lain yang menyebabkan muncul korupsi, antara lain tidak ada sistem pemantauan yang dipercaya publik atau pemerintah tidak akuntabel.

Diunduh               : Minggu, 7 April 2013 – Pukul 12.10 WIB

Template by:
Free Blog Templates