Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 31 Oktober 2012

Potensi Ekonomi

Optimalkan Potensi Ekonomi


Senin, 29 Oktober 2012

               JAKARTA– Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selalu tercatat di atas 6% dinilai belum dirasakan merata di semua sektor usaha. Salah satu sektor yang masih harus didorong dan dioptimalkan adalah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengatakan,ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik lagi asalkan didukung kebijakan yang baik dan melaksanakannya secara konsisten. Jumlah penduduk usia muda (di bawah 40 tahun) yang mencapai 70% dari populasi juga merupakan potensi tersendiri. ”Kita punya semua luxurious factor yang dapat mendorong bangsa kita ke arah lebih baik.
               Jika dibandingkan dengan China yang sama-sama muda (komposisi penduduknya), sumber daya alam kita lebih besar sehingga seharusnya kita bisa tumbuh lebih baik,” ujar Hary pada acara dialog HUT Ke-2 MNC Business Channel bertema ”Ketahanan Ekonomi Nasional” di MNC Tower, Jakarta,kemarin. Hary menambahkan, salah satu sektor yang harus mendapat dukungan besar adalah UMKM yang telah terbukti memiliki daya tahan lebih baik terhadap krisis dan mampu mengurangi kemiskinan.
               Namun, perlu ada kebijakan yang memiliki keberpihakan lebih pada pelaku UMKM, salah satunya pemberian kredit bagi UMKM. ”Harus diberikan prioritas pinjaman tersebut,”tandasnya. Pada kesempatan yang sama, Menteri Koperasi dan UKM Syarifuddin Hasan mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selalu di atas 6,5% membawa dampak terhadap tumbuhnya sektor UMKM.
               Dia mencatat, jumlah UMKM di Indonesia saat ini sebanyak 55,2 juta pengusaha.Diharapkan, meningkatnya konsumsi domestik dan menguatnya pasar dalam negeri membuat peran UMKM di dalamnya juga lebih besar. ”Insya Allah UMKM akan menjadi tuan rumah di pasarnya (dalam negeri) sendiri,”tegasnya. Dia mengungkapkan, selain pembinaan dan pemberdayaan UMKM, keberpihakan pemerintah terhadap UMKM antara lain diwujudkan melalui penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) bagi pelaku UMKM yang pada tahun ini mencapai Rp22 triliun dari total Rp85 triliun (kumulatif).
               Pemberian KUR tersebut, menurutnya, terbukti sangat membantu dan diapresiasi para penerimanya.”Secara statistik, dana KUR Rp22 triliun tahun ini telah terserap oleh 8 juta pelaku UMKM,”sebutnya. Direktur Eksekutif Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan,dalam kebijakan pengelolaan kredit perbankan, pemberian kredit UMKM merupakan salah satu yang masih harus terus didorong lantaran tingkat pertumbuhannya yang masih rendah, yaitu 21%.
               ”Upaya yang kami lakukan misalnya dengan peningkatan akses dan perbaikan regulasi. Salah satu yang didorong adalah ketentuan minimum penyaluran kredit UMKM,”tuturnya. Pengamat UMKM dari Prasetyamulya Business School Joko Wintoro menambahkan, UMKM merupakan salah satu indikator kesehatan ekonomi nasional. Sayangnya, pengembangan UMKM belum dilakukan maksimal dan optimisme dari pelaku UMKM di Indonesia juga masih rendah. Berdasar Global Optimism Survey, indeks optimisme pelaku wirausaha di Indonesia hanya 0,30.
               Sementara, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar meyakini, pariwisata sebagai industri multisektor bisa menjadi leading sektor dalam pengembangan UMKM, terutama di Indonesia bagian timur. Selain itu, harus ada keterkaitan antara sektor UMKM dengan sektor usaha yang lebih besar.
               ”Pariwisata saat ini sudah menjadi gaya hidup global, yang mana dalam setahun jumlah orang yang berwisata di seluruh dunia mencapai 1 miliar. Ini tentu akan membawa pengaruh sangat besar terhadap industri secara menyeluruh,”tandasnya.

Diunduh            : Kamis, 01 November 2012 – Pukul 08.50 WIB
Analisis             :
Saya setuju dengan pemberitaan diatas, yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai belum dirasakan merata di semua sektor usaha , salah satunya adalah UMKM. Padahal UMKM memiliki peranan yang sangat penting di dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. UMKM memiliki banyak peranan diantaranya :
·                     Peranan UMKM Dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan kerja
UMKM memliki kemampuan cukup tinggi dalam menciptakan kesempatan kerja dibanding usaha besar. Hal ini mengindikasikan bahwa UMKM memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan dan dapat berfungsi sebagai katub pengaman permasalahan tenaga kerja (pengangguran)
·                     Peranan UMKM dalam Penciptaan Devisa Negara
UMKM juga berkontribusi terhadap penerimaan ekspor, walaupun kontribusi UMKM jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kontribusi usaha besar.
Peranan UKM dalam Pemerataan Pendapatan
·                Peranan UMKM yang penting adalah peranan dalam upaya mewujudkan pemerataan pendapatan. Dalam rangka meningkatkan peran UMKM diIndonesia berbagai kebijakan dari aspek makroekonomi perlu diterapkan. Dengan memberikan perhatian ekonomi yang lebih besar kepada industri ini akan memberikan dampak yang besar dan luas terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan yang lebih merata di Indonesia. Perhatian yang dimaskud dapat berupa memberikan dana kepada UMKM melalui investasi pemerintah dan investasi swasta domestic maupun investasi luar negeri. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pinjaman modal berupa kredit berbunga rendah. Untuk pelaksanaanya melibatkan pihak perbankan, khususnya perbankan milik pemerintah. 

Oleh karena itu, Indonesia perlu memberikan perhatian yang serius pada masa mendatang dalam rangka mengembangkan UMKM menuju usaha yang berdaya saing tinggi. Mempertimbangkan UMKM umumnya berbasis pada sumberdaya ekonomi lokal dan tidak bergantung pada impor, serta hasilnya mampu diekspor karena keunikannya, maka pembangunan UMKM diyakini akan memperkuat perekonomian nasional. Untuk itu, pembangunan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah perlu menjadi prioritas utama pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang.

Indonesia Tidak Kalah Makmur


Hatta: Indonesia Tidak Kalah Makmur
Dari Malaysia

www.merdeka.com
Rabu, 31 Oktober 2012

            Hasil survei yang dirilis oleh lembaga survei asal Inggris, Legatum menyebutkan bahwa tingkat kemakmuran Indonesia naik 7 level dibandingkan tahun lalu. Kini, Indonesia di posisi 63.
            Menurut laporan lembaga survei asal Inggris tersebut, di Asia Pasifik Indonesia berhasil mengalahkan India yang berada di posisi 101. Sementara dibandingkan negara-negara lain di dunia, Indonesia dianggap lebih makmur dibandingkan Rusia, Turki, Mesir, dan Venezuela.
            Sayangnya, Indonesia masih kalah dengan Malaysia yang berada di posisi 45, Vietnam yang berada di posisi 53, Thailand di posisi 56, dan Singapura di nomor 19.
            Menanggapi hasil survei itu, Menko Perekonomian Hatta Rajasa memiliki penilaian sendiri. Dia optimis Indonesia masih lebih baik dari Malaysia. Indikatornya diperlihatkan dari jumlah kelompok kelas menengah di Indonesia yang semakin besar.
            "Kelas menengah kita meningkat sangat tajam. Sekarang kelas menengah kita 50 juta. Dua kali lipat dari Malaysia dan akan terus meningkat pada 2030 menjadi 135 juta," ujar Hatta saat melakukan kunjungan ke Malang, Jawa Timur, Rabu (31/10).
            Menurutnya, saat ini, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia sudah di atas USD 6.000. "Dan rata-rata di 2025 sudah USD 16.000 pendapatan per kapita kita," jelasnya.
            Tapi, Hatta juga mengingatkan ada tantangan besar yang akan dihadapi seiring dengan semakin tingginya daya beli masyarakat Indonesia. Yakni, ruang untuk produk impor menguasai pasar dalam negeri semakin besar.
            Hatta menginginkan agar konsumsi dalam negeri bisa dipenuhi dari produk lokal. "Yang penting jangan sampai konsumen dengan daya beli yang kuat diisi barang impor. Kita harus mandiri. Harus lahir pengusaha-pengusaha dari Indonesia sendiri. Memproduksi kebutuhan kita jangan dimanfaatkan dunia impor," tegasnya.

Diunduh            :Kamis, 01 November 2012 – Pukul 07.40 WIB
Analisis             :
Saya setuju dengan Menko Perekonomian Hatta Rajasa , yang mengatakan bahwa Indonesia tidak kalah makmur dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya, walaupun dalam survei yang dirilis oleh lembaga survei asal Inggris, Legatum menyebutkan bahwa tingkat kemakmuran Indonesia masih dibawah Negara Singapura, Malaysia, Vietnam dan Thailand. Namun untuk membuktikan bahwa Negara kita tidak kalah makmur dari Negara ASEAN lainnya, dibutuhkan kerjas keras dari semua sektor dan kalangan. Menurut saya, Negara Indonesia cukup mampu dalam sektor tekstil,  strukturnya cukup lengkap dan terintegrasi, serta kuat dari hulu ke hilir, Indonesia mampu memasok bahan baku di pasar ASEAN sehingga berpotensi menjadi pemasok utama kebutuhan bahan baku industri di ASEAN. Sehingga ini dapat menjadi peluang yang baik untuk Indonesia, namun semua ini juga bergantung bagaimana kita mengelola dan memanfaatkannya. Sebagai contoh, Negara kita mampu untuk memproduksi kebutuhan sandang kita sendiri tapi daya beli masyarakat Indonesia masih condong untuk impor dari luar negeri. Hal ini yang harus dihindari oleh kita. Kita sebagai konsumen harus membeli produk lokal bukan bangga dengan membeli produk impor. Dan Indonesia juga harus mandiri, dengan melahirkan pengusaha-pengusaha dari Indonesia sendiri yang berkualitas dan mampu bersaing di pasar internasional. Sehingga kita mampu memproduksi kebutuhan kita sendiri dan  jangan dimanfaatkan oleh dunia impor.

Kebijakan Pangan Indonesia




Kebijakan Pangan Indonesia Salah
Bongkar muat pupuk urea di Jakarta Utara, Selasa (18/10/2011). Ketersediaan pupuk di pasaran dengan harga yang terjangkau petani menjadi salah satu pendukung swasembada beras untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dari gejolak harga dan kerawanan pangan di dunia.


Kamis, 11 Oktober 2012


            JAKARTA, KOMPAS.com — Kebijakan pangan Indonesia mendapat kritikan pedas. Adalah Organisasi untuk Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) yang menilai kebijakan ketahanan pangan Indonesia salah arah. Akibatnya, meski angka kemiskinan menurun, jumlah penduduk yang kekurangan gizi masih cukup besar.
            Penilaian ini berdasarkan hasil kajian kebijakan pertanian Indonesia alias review of agricultural policies Indonesia yang dirilis OECD, kemarin. Ken Ash, Direktur Perdagangan dan Pertanian OECD, mengatakan, Indonesia seharusnya melakukan diversifikasi produksi padi dengan komoditas lain yang bernilai tinggi, seperti tanaman buah, sayuran, dan tanaman perkebunan. "Komoditas ini bisa meningkatkan penghasilan dan akses pangan bagi banyak rumah tangga tani," katanya, Rabu (10/10/2012).
            Maka dari itu, OECD menyarankan Indonesia segera meninggalkan arah pencapaian swasembada karena membutuhkan dana besar, seperti untuk subdisi pupuk serta perlindungan pasar impor dan ekspor. Padahal, komoditas pangan yang dikembangkan untuk mencapai swasembada justru tidak berdaya saing tinggi.  
            "Proteksi terhadap impor produk pertanian juga menghambat daya saing sektor pertanian, membatasi laju produktivitas pertanian, dan membebani biaya pangan bagi rakyat miskin," papar Ken.
Selain itu, OECD menyebut, pertanian Indonesia terkena dampak negatif dari penanaman modal yang rendah. Akan tetapi, rendahnya penanaman modal bisa diatasi dengan mempercepat registrasi lahan dan menyederhanakan sistem kepemilikan lahan.

Jadi pertimbangan
            OECD juga mencatat, selama periode 2006-2010, dukungan pemerintah terhadap sektor pertanian rata-rata hanya 9 persen dari total nilai produksi yang diterima petani. "Untuk itu, kami usulkan agar dilakukan reformasi yang bisa memperbaiki efisiensi bagi petani," terang Ken.
            Tahlim Sudaryanto, Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Kerja Sama Internasional, merespons positif hasil kajian OECD itu. Rekomendasi OECD itu akan menjadi pertimbangan pemerintah untuk perbaikan. Akan tetapi, penilaian dan saran dari OECD ini tidak bisa serta-merta mengubah kebijakan pangan nasional secara cepat. Pemerintah akan menggunakannya sebagai kajian kebijakan jangka panjang.
            Sutrisno Iwantono, Ketua  Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), mengatakan, penilaian OECD bahwa kebijakan pertanian kita salah arah tidak sepenuhnya benar. HKTI menilai, OECD adalah lembaga dari negara maju yang memiliki kepentingan atas Indonesia. "Pemerintah harus bisa memilah rekomendasi mana yang baik dan tidak bagi Indonesia," ujarnya.

Dunduh             : Senin, 22 Oktober 2012 – Pukul 19.47 WIB
Analisis             :
Saya setuju dengan pernyataan di atas yang menyebutkan bahwa kebijakan pangan Indonesia salah. Karena sebagai negara yang memiliki sumber kekayaan alam berlimpah serta komoditas pangan yang beraneka ragam, semestinya Indonesia memiliki keunggulan dalam bidang pertanian.   Namun sampai saat ini kebutuhan pangan Indonesia masih dicukupi dengan impor dari Vietnam ,Thailand, Australia maupun New Zealand. Apalagi pada era pasar bebas, Indonesia telah menjadi tujuan pasar utama dari produk pertanian asing yang telah membanjiri pasar Indonesia, sehingga telah menyisihkan produk pertanian lokal.    Kualitas hasil pertanian impor lebih unggul dan memiliki harga yang kompetitif, sehingga petani lokal tidak berdaya dalam persaingan pasar bebas.  Sistem pasar bebas sebagai kebijakan kepemimpinan saat ini mendorong sikap kaum elit di Indonesia untuk ikut mengagumi pasar bebas. Kebijakan pasar bebas secara  perlahan telah mengganti dan menggeser kedaulatan rakyat, sehingga akses rakyat dalam memasarkan produksi pertanian semakin terbatas, kalah bersaing dari petani-petani manca negara. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah memperhatikan nasib petani Indonesia.