Energi Fosil Diobral
Ekspor Harus Dikurangi
Ekaploitasi sumber daya energy fosil sangat
tidak terkendali. Padahal, energy merupakan komoditas vital bagi keamanan
nasional yang semestinya dimanfaatkan secara terukur guna menggerakkan
sekaligus memberikan nilai tambah.
Anggota Dewan Energi Nasional ( DEN ),
Tumiran, dalam pra seminar bertajuk “ Pengelolaan Energi dan Desentralisasi
Fiskal “, di Yogyakarta ( 2/10 ), menyatakan , pengelolaan energy harus
diletakkan dalam konteks memberikan nilai tambah nasional. Dengan demikian,
energy benar-benar menjadi penggerak roda ekonomi dan industry nasional.
Faktanya, Tumiran melanjutkan, eksploitasi
yang dilakukan lebih berorientasi mengejar devisa. Buktinya, sebagian besar
hasil produksi energy fosil diekspor tanpa banyak memberikan nilai tambah pada
perekonomian domestik.
Eksploitasi batubara, menurut Tumiran, mncapai
350 juta ton per tahun, yang memberikan penerimaan Negara hanya sekitar Rp 33
triliun. Padahal, pemakaian dalam negeri hanya 70 juta ton per tahun. Harga
batubara kini termasuk murah sehingga China, yang memiliki cadangan
terbesar di dunia, memilih mmenuhi sebagian kebutuhannya dengan impor.
“ Ke depan, DEN menyarankan pemerintah secara
bertahap mengurangi ekspor untuk pengembangan industry dalam negeri dan pada
waktu tertentu kita harus berani menghentikan ekspor itu untuk kepentingan
nasional kita ,”kata Tumiran.
Prinsipnya , Tumiran menambahkan, bangsa yang
cerdas adalah bangsa yang bisa memanfaatkan sumber daya energy dan mineral
dengan mentransformasikan pengetahuan dan keterampilan bangsa untuk memberikan
nilai tambah.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Perencanaan
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi ( BP Migas ) Widhyawan
Prawiraatmadja menyatakan, keberpihakan nasional sudah menjadi bagian dari
pengelolaan sumber daya energy. Hal ini diwujudkan pertama-tama dalam kontrak
kerja sama, yang salah satunya memuat persyaratan bahwa kepemilikan sumber daya
alam tetap di tangan pemerintah sampai titik penyerahan.
Selain itu, Widhyawan melanjutkan, pemerintah
juga mendorong keterlibatan peran perbankan nasional dalam beberapa kegiatan
pengadaan kebutuhan di sector hulu migas. Pada 2011, komitmen transaksi tahunan
melibatkan bank nasional mencapai 6,35 juta dollar AS . Sementara tahun ini sampai
Agustus saja sudah mencapai Rp 5,07 dollar AS.
Wakil Gubernur Provinsi Riau Mambang
menyatakan, ekslpoitasi energy fosil di Riau kurang memberi dampak signifikan.
Hak-hak daerah, seperti dana bagi hasil, pajak sector migas, dan program
tanggung jawab social perusahaan, tidak pernah transparan pengelolaannya.
Sumber : Berita Ekonomi dalam Kompas , 3
Oktober 2012 , hlm 19
Analisis :
Saya
tidak setuju dengan energi fosil yang terlalu di obaral dan seharusnya
pemerintah sudah harus membatasi ekspor energi fosil tersebut. Salah satu
caranya adalah dengan melakukan konservasi / penghematan energi. Sedangkan tujuan
konservasi energi adalah untuk memelihara kelestarian sumberdaya alam yang
berupa sumber energi melalui kebijakan pemilihan teknologi dan pemanfaatan
energi secara efisien, rasional, untuk mewujudkan kemampuan penyediaan
energi. Penghematan energi dapat dicapai
dengan penggunaan energi secara efisien dimana manfaat yang sama diperoleh
dengan menggunakan energi lebih sedikit, ataupun dengan mengurangi konsumsi dan
kegiatan yang menggunakan energi. Konservasi energi juga merupakan langkah yang
diambil ke arah menurunkan berbagai kehilangan energi pada semua taraf
pengelolaan, dari eksplorasi, pengangkutan, pemrosesan, sampai pemanfaatan. Kerugian
karena tidak menerapkan program konservasi energi sebetulnya sudah dirasakan di
tanah air. Penyakit yang dilahirkan dari pola konsumsi BBM nasional yang tidak
sehat ( “subsidi BBM ”, penyelundupan, pengoplosan, serta biaya politik
yang di timbulkannya ), sedikit banyak dapat diatasi bila kita melakukan
konservasi energi dengan ketat ,khususnya di sektor transportasi.
0 komentar:
Posting Komentar