Kemiskinan Melanda Indonesia
Definisi Kemiskinan
Pemikiran
mengenai kemiskinan berubah sejalan dengan berlalunya waktu, tetapi pada
dasarnya berkaitan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
(Mikelsen, 2003:194). Kemiskinan menunjukkan situasi serba kekurangan yang
terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak bisa
dihindari dengan kekuatan yang dimilikinya (Soegijoko, 1997:137).
Menurut
Sar A. Levitan dalam Ala (1981:3) menyatakan kemiskinanadalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang
dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Sedangkan menurut
Badan Pusat Statistik dan Departemen Sosial (2002:3-4) kemiskinan adalah
ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimum untuk hidup
layak.
Penyebab Kemiskinan
Penyebab
kemiskinan dapat terjadi karena kondisi alamiah dan ekonomi, kondisi struktural
dan sosial, serta kondisi kultural (budaya). Kemiskinan alamiah dan ekonomi
timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia, dan sumberdaya lain sehingga
peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam pembangunan.
Kemiskinan struktural dan sosial disebabkan hasil pembangunan yang belum
merata, tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam pembangunan. Sedangkan
kemiskinan kultural (budaya) disebabkan sikap atau kebiasaan hidup yang merasa
kecukupan sehingga menjebak seseorang dalam kemiskinan (Nugroho dan Dahuri,
2004:167-168; Soegijoko, 1997:137; dan Nasution, 1996: 48-50).
Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas menyebutkan berdasarkan penyebabnya
kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis (chronic
poverty) yang disebabkan: (1) sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak
produktif; (2) keterbatasan sumber daya dan keterisolasian; dan (3) rendahnya
taraf pendidikan dan derajat kesehatan, terbatasnya lapangan kerja, dan
ketidakberdayaan masyarakat, dan kemiskinan sementara (transient poverty) yang
disebabkan (1) perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis
ekonomi; (2) perubahan yang bersifat musiman seperti kasus kemiskinan nelayan
dan pertanian tanaman pangan; dan (3) bencana alam atau dampak dari suatu
kebijakan.
Penyebab
utama kemiskinan desa adalah: (1) pendidikan yang rendah; (2) ketimpangan
kepemilikan modal dan lahan pertanian; (3) ketidakmerataan investasi di sektor
pertanian; (4) alokasi anggaran kredit yang terbatas; (5) terbatasnya
ketersediaan bahan kebutuhan dasar; (6) pengelolaan ekonomi secara tradisional;
(7) rendahnya produktivitas dan pembentukan modal; (8) budaya menabung yang belum
berkembang; (9) tidak adanya jaminan sosial bagi masyarakat desa; dan (10)
rendahnya jaminanV kesehatan.
Jenis Kemiskinan
Pembagian
jenis kemiskinan dapat dibagi berdasarkan pola waktu. Menurut Ginandjar
Kartasasmita dalam Ridlo (2001:11), menurut pola waktu tersebut kemiskinan
dapat dibagi menjadi: (1) Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah
kronis atau turun temurun yang diantaranya merupakan daerah kritis sumber daya
alam atau terisolasi. (2) Cyclical poverty yaitu kemiskinan yang mengikuti pola
siklus ekonomi secara keseluruhan. (3) Seasonal poverty, yaitu kemiskinan
musiman seperti sering dijumpai kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan.
(4) Accidental poverty, yaitu kemiskinan karena bencana alam atau dampak dari
suatu kebijakan.
Berdasarkan
jenisnya kemiskinan secara umum dapat dibagi menjadikemiskinan absolut dan kemiskinan
relatif. Kemiskinan absolut terjadi apabila tingkat pendapatan seseorang di
bawah garis kemiskinan absolut yang telah ditetapkan, sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidup minimum yang antara lain terdiri dari kebutuhan
sandang, pangan, kesehatan, perumahan dan pendidikan. Sedangkan kemiskinan
relatif merupakan perbandingan antara kelompok pendapatan dalam masyarakat
tersebut. Meskipun seseorang/masyarakat telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara layak (tidak miskin), tetapi masih rendah kualitasnya dibandingkan
masyarakat sekitarnya yang relatif lebih kaya (Soegijoko, 1997:138; dan Esmara
(1986) dalam Ridlo (2001:10))
Indikator dan Ukuran Kemiskinan
Ukuran
dan Indikator kemiskinan dibedakan antara antara kemiskinan absolut dengan
kemiskinan relatif.
Indikator dan Ukuran
Kemiskinan Absolut
Indikator
kemiskinan yang dikemukakan BKKBN (2003:25) adalah: untuk keluarga pra
sejahtera terdiri dari: seluruh anggota keluarga tidak bisa makan dua kali
sehari atau lebih; tidak memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja,
sekolah dan bepergian; bagian lantai terluas dari tanah. Sedangkan indikator
kemiskinan untuk keluarga sejahtera I terdiri dari: seminggu sekali keluarga
tidak selalu dapat makan daging/ikan/telur; belum tentu setahun sekali anggota
keluarga memperoleh minimal satu stel pakaian baru; lantai rumah kurang dari 8
m2 untuk tiap penghuni.
Indikator
kemiskinan yang lain dikemukakan oleh Bappenas (2004) dalam Sahdan (2005)
berupa: (1) kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak; (2)
terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif; (3) kurangnya kemampuan
membaca dan menulis; (4) kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup; (5) kerentanan
dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi; (6) ketidakberdayaan atau
daya tawar yang rendah; dan (7) akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas.
Mubyarto (2002) berpendapat bahwa penduduk miskin bukanlah orang yang tidak
mempunyai apa-apa, tetapi memiliki serba sedikit modal sosial untuk
mengembangkan diri.
Ukuran dan Indikator
Kemiskinan Relatif
Kemiskinan
relatif menunjukkan ketidakmerataan pendapatan antara seseorang dengan orang
lain dalam suatu kelompok atau satu kelompok dengan kelompok masyarakat yang
lain. Bank Dunia menggunakan ukuran ketidakmerataan sebagai berikut: Tingkat
ketidakmerataan tinggi bila 40% penduduk terbawah menerima kurang dari 12%
jumlah pendapatan. Tingkat ketidak merataan sedang bila menerima antara 12 -
17%. Tingkat ketidakmerataan rendah bila menerima lebih dari 17% (Rusli dkk.,
1995:15).
Tantangan Kemiskinan di Indonesia
Masalah
kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya tingkat
Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat
Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana yang
ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia pada
tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati peringkat lebih rendah dari
Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks
Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178. masih
lebih tinggi dari Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di
Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya.
Tantangan
lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin di
pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (National
Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar 69,0 % penduduk Indonesia
termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian.
Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di alami oleh
kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan
wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih
rendahnya angka pembangunan gender (Gender-related Development Indeks, GDI) dan
angka Indeks pemberdayaan Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).
Tantangan
selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran yang sangat
signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan.
Sebab ketika meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan. maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif
singkat kita akan bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada skala
nasional terutama dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan
tetapi ketika pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan
sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang
kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala Nasional.
Strategi dan Program Pengentasan Kemiskinan
Upaya
penanggulangan kemiskinan menurut Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Propenas ditempuh melalui dua strategi utama. Pertama, melindungi keluarga dan
kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara. Kedua, membantu
masyarakat yang mengalami kemiskinan kronis dengan memberdayakan dan mencegah
terjadinya kemiskinan baru. Strategi tersebut selanjutnya dituangkan dalam tiga
program yang langsung diarahkan pada penduduk miskin yaitu: 1) Penyediaan
Kebutuhan Pokok; 2) Pengembangan Sistem Jaminan Sosial; dan 3) Pengembangan
Budaya Usaha Masyarakat Miskin.
Kebijakan
pengentasan kemiskinan di Indonesia yang terbaru tertuang dalam Peraturan
Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional, yang menyatakan bahwa kebijakan penanggulangan kemiskinan meliputi:
kebijakan pemenuhan hak-hak dasar dan kebijakan pembangunan wilayah untuk
mendukung pemenuhan hak dasar.
Sepanjang
kebijakan pemerintah belum dapat mengatasi kemiskinan,masyarakat miskin
mempunyai strategi sendiri untuk mengatasi kemiskinannya dengan cara: berhutang
pada berbagai sumber pinjaman informal, bekerja serabutan, istri dan anak turut
bekerja, memanfaatkan sumber daya alam di sekelilingnya, bekerja di luar
daerah, dan berhemat melalui mengurangi atau mengganti jenis makanan dan
mengatur keuangan
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar